Monday, December 6, 2010

Definisi Musyarakah

by Ekonomi Syariah

Pengertian secara bahasa

Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar). Artinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar). Menurut arti asli bahasa arab, syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya, (An-Nabhani)

Pengertian secara fiqih

Adapun menurut makna syara’, syirkah adalah suatu akad/perjanjian antara 2 pihak atau lebih yang sepakat untuk melakukan kerja sama dengan tujuan memperoleh keuntungan. (An-Nabhani)

Bentuk Musyarakah

Hukum Syirkah

Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadits Nabi saw berupa taqrir terhadap syirkah. Pada saat baginda diutuskan oleh Allah SWT sebagai nabi, orang-orang pada masa itu telah bermuamalat dengan cara ber-syirkah dan Nabi Muhammad saw membenarkannya. Sabda baginda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra: Allah ‘Azza wa jalla telah berfirman; Aku adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya khianat, aku keluar dari keduanya. (Hr Abu dawud, alBaihaqi dan adDaruquthni) Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Aba Manhal pernah mengatakan , “Aku dan rekan kongsiku telah membeli sesuatu dengan cara tunai dan hutang.
Lalu kami didatangi oleh Al Barra’ bin azib. Kami lalu bertanya kepadanya. Dia menjawab, ” Aku dan rekan kongsiku, Zaiq bin Arqam, telah mengadakan kerja sama usaha. Kemudian kami bertanya kepada Nabi saw. tentang tindakan kami. Baginda menjawab: “Barang yang (diperoleh) dengan cara tunai silakan kalian ambil. Sedangkan yang (diperoleh) secara hutang, silakan kalian bayar“.
Hukum melakukan syirkah dengan kafir Zimmi adalah mubah. Imam Muslim pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar yang mengatakan: “Rasulullah saw pernah memperkerjakan penduduk khaibar (penduduk Yahudi) dengan mendapat bagian dari hasil tuaian buah dan tanaman”

Rukun Syirkah

Rukun syirkah ada 3 perkara yaitu:
  1. Akad (ijab-qabul) juga disebut sighah,
  2. Dua pihak yang berakad (’aqidani), harus memiliki kecakapan melakukan pengelolaan harta,
  3. Objek aqad juga disebut ma’qud alaihi (surat perjanjian), separti modal atau pekerjaan.
Manakala syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah objek, objek tersebut boleh dikelola bersama atau boleh diwakilkan.

Pandangan Mazhab Fiqih tentang Syirkah

Mazhab Hanafi berpandangan ada empat jenis syirkah yang syari’e yaitu syirkah inan, abdan, mudharabah dan wujuh. (Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu)

Mazhab Maliki hanya 3 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah inan, abdan dan mudharabah.

Mazhab Syafi’e, zahiriah dan Imamiah hanya 2 syirkah yang sah yaitu inan dan mudharabah.

Mazhab Hanafi dan zaidiah berpandangan ada 5 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah inan, abdan, mudharabah, wujuh dan mufawadhah.
Ada pun penjesalan Syeikh Taqiuddin AnNabhani dalam kitabnya Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam berijtihad terdapat 5 jenis syirkah yang secara syari’e sependapat dengan pandangan mazhab hanafi dan zaidiah.

1.      Syirkah Inan

Syirkah Inan adalah Kerjasama antara 2 pihak atau lebih, setiap pihak menyumbangkan modal dan menjalankan usaha atau bisnis.
Contoh bagi syirkah inan: Ibrahim dan Omar bekerjasama menjalankan perniagaan burger bersama-sama dan masing-masing mengeluarkan modal 1 juta rupiah. Kerja sama ini diperbolehkan berdasarkan As-Sunnah dan ijma’ sahabat. Disyaratkan bahwa modal yang dikongsi adalah berupa uang. Modal dalam bentuk harta benda separti kereta/gerobak harus diakadkan pada awal transaksi. Kerja sama ini dibangunkan oleh konsep perwakilan(wakalah) dan kepercayaan(amanah). Sebab masing-masing pihak memberi/berkongsi modal kepada rekan kerjanya berarti telah memberikan kepercayaan dan mewakilkan usaha atau bisnisnya untuk dikelola.
Keuntungan usaha berdasarkan kesepakatan semua pihak yang bekerjasama, manakala kerugian berdasarkan peratusan modal yang dikeluarkan. Abdurrazzak dalam kitab Al-Jami’ meriwayatkan dari Ali ra. yang mengatakan: “Kerugian bergantung kepada modal, sedangkan keuntungan bergantung kepada apa yang mereka sepakati”

2.      Syirkah Abdan

Syirkah Abdan adalah kerjasama 2 orang atau lebih yang hanya melibatkan tenaga(badan) mereka tanpa kerjasama modal.
Sebagai contoh: Jalal adalah Ahli bangunan rumah dan Rafi adalah Ahli elektrik yang berkerjasama menyiapkan projek mebangun sebuah rumah. Kerjasama ini tidak harus mengeluarkan uang atau biaya. Keuntungan adalah berdasarkan persetujuan mereka.
Syirkah abdan hukumnya mubah berdasarkan dalil As-sunnah. Ibnu mas’ud pernah berkata “Aku berkerjasama dengan Ammar bin Yasir dan Saad bin Abi Waqqash mengenai harta rampasan perang badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun” (HR Abu Dawud dan Atsram). Hadist ini diketahui Rasulullah saw dan membenarkannya.

3.      Syirkah Mudharabah

Syirkah Mudharabah adalah syirkah dua pihak atau lebih dengan ketentuan. satu pihak menjalankan kerja (amal) sedangkan pihak lain mengeluarkan modal (mal). (An-Nabhani, 1990: 152).
Istilah mudharabah dipakai oleh ulama Iraq, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qiradh. (Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili, 1984: 836). Sebagai contoh: Khairi sebagai pemodal memberikan modalnya sebanyak 500 ribu kepada Abu Abas yang bertindak sebagai pengelola modal dalam pasaraya ikan.
Ada 2 bentuk lain sebagai variasi syirkah mudharabah.

Pertama, 2 pihak (misalnya A dan B) sama-sama memberikan mengeluarkan modal sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan menjalankan kerja sahaja.

Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal tanpa konstribusi kerja.

Kedua-dua bentuk syirkah ini masih tergolong dalam syirkah mudharabah (An-Nabhani, 1990:152). Dalam syirkah mudharabah, hak melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola. Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152). Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian jika kerugian itu terjadi kerana melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.

4.      Syirkah Wujuh

Disebut Syirkah Wujuh kerana didasarkan pada kedudukan, ketokohan atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak (misalnya A dan B) yang sama-sama melakukan kerja (amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang mengeluarkan modal (mal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat.

Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudharabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya. (An-Nabhani, 1990:154) Bentuk kedua syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang bersyirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya tanpa sumbangan modal dari masing-masing pihak. Misalnya A dan B tokoh yang dipercayai pedagang. Lalu A dan B bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang pedagang C secara kredit. A dan B bersepakat masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).

Dalam syirkah kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan nisbah barang dagangan yang dimiliki. Sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing pengusaha wujuh usaha berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujuh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan (An-Nabhani, 1990:154).
Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa ketokohan (wujuh) yang dimaksud dalam syirkah wujuh adalah kepercayaan keuangan (tsiqah maliyah), bukan semata-mata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur atau suka memungkiri janji dalam urusan keuangan. Sebaliknya sah syirkah wujuh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan keuangan (tsiqah maliyah) yang tinggi misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan keuangan.

5.      Syirkah Mufawadhah

Syirkah Mufawadhah adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, ‘abdan, mudharabah dan wujuh).

Syirkah mufawadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah berdiri sendiri maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya; yaitu ditanggung oleh pemodal sesuai dengan nisbah modal (jika berupa syirkah inan) atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudharabah) atau ditanggung pengusaha usaha berdasarkan peratusan barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh).

Contoh: A adalah pemodal, menyumbang modal kepada B dan C, dua jurutera awam yang sebelumnya sepakat bahwa masing-masing melakukan kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk menyumbang modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan yaitu B dan C sepakat masing-masing bersyirkah dengan memberikan konstribusi kerja sahaja.

Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga wujud syirkah mudharabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan suntikan modal di samping melakukan kerja, berarti terwujud syirkah inan di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya berarti terwujud syirkah wujuh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada yang disebut syirkah mufawadhah.

Pengertian Al Mudharabah

Beberapa hari lepas timbul pertanyaan tentang perkongsian perniagaan oleh seorang sahabat. Berikut adalah secara terperinci salah satu daripadanya yang dipetik daripada laman  www.ekonomisyariat.com . Saya akan kemaskini beberapa maklumat tambahan dan kesimpulan kemudian.

Syarikat Mudhaarabah memiliki dua istilah yaitu Al Mudharabah dan Al Qiradh sesuai dengan penggunaannya di kalangan kaum muslimin. Penduduk Irak menggunakan istilah Al Mudharabah untuk mengungkapkan transaksi syarikat ini. Disebut sebagai mudharabah karena diambil dari kata dharb di muka bumi yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk berniaga dan berperang, Allah berfirman:

عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ 

“Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an.” (Qs. Al Muzammil: 20)
Ada juga yang mengatakan diambil dari kata: dharb (mengambil) keuntungan dengan saham yang dimiliki.
Dalam istilah bahasa Hijaaz disebut juga sebagai qiraadh, karena diambil dari kata muqaaradhah yang arinya penyamaan dan penyeimbangan. Seperti yang dikatakan

تَقَارَضَ الشَاعِرَانِ 

“Dua orang penyair melakukan muqaaradhah,” yakni saling membandingkan syair-syair mereka. Disini perbandingan antara usaha pengelola modal dan modal yang dimiliki pihak pemodal, sehingga keduanya seimbang. Ada juga yang menyatakan bahwa kata itu diambil dari qardh yakni memotong. Tikus itu melakukan qardh terhadap kain, yakni menggigitnya hingga putus. Dalam kasus ini, pemilik modal memotong sebagian hartanya untuk diserahkan kepada pengelola modal, dan dia juga akan memotong keuntungan usahanya. [1]
Sedangkan dalam istilah para ulama Syarikat Mudhaarabah memiliki pengertian: Pihak pemodal (Investor) menyerahkan sejumlah modal kepada pihak pengelola untuk diperdagangkan. Dan berhak mendapat bagian tertentu dari keuntungan.[2] Dengan kata lain Al Mudharabah adalah akad (transaksi) antara dua pihak dimana salah satu pihak menyerahkan harta kepada yang lain agar diperdagangkan dengan pembagian keuntungan diantara keduanya sesuai dengan kesepakatan.3 Sehingga Al Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (Shahib Al Mal/Investor) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (Mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.[4] Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi 100% modal dari Shahib Al Mal dan keahlian dari Mudharib.

Hukum Al Mudharabah Dalam Islam

Para ulama sepakat bahwa sistem penanaman modal ini dibolehkan. Dasar hukum dari sistem jual beli ini adalah ijma’ ulama yang membolehkannya. Seperti dinukilkan Ibnul Mundzir[5], Ibnu Hazm[6] Ibnu Taimiyah[7] dan lainnya.

Ibnu Hazm menyatakan: “Semua bab dalam fiqih selalu memiliki dasar dalam Al Qur’an dan Sunnah yang kita ketahui -Alhamdulillah- kecuali Al Qiraadh (Al Mudharabah (pen). Kami tidak mendapati satu dasarpun untuknya dalam Al Qur’an dan Sunnah. Namun dasarnya adalah ijma’ yang benar. Yang dapat kami pastikan bahwa hal ini ada dizaman shallallahu’alaihi wa sallam, beliau ketahui dan setujui dan seandainya tidak demikian maka tidak boleh.”[8]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengomentari pernyataan Ibnu Hazm di atas dengan menyatakan: “Ada kritikan atas pernyataan beliau ini:
  1. Bukan termasuk madzhab beliau membenarkan ijma’ tanpa diketahui sandarannya dari Al Qur’an dan Sunnah dan ia sendiri mengakui bahwa ia tidak mendapatkan dasar dalil Mudharabah dalam Al Qur’an dan Sunah.
  2. Beliau tidak memandang bahwa tidak adanya yang menyelisihi adalah ijma’, padahal ia tidak memiliki disini kecuali ketidak tahuan adanya yang menyelisihinya.
  3. Beliau mengakui persetujuan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam setelah mengetahui sistem muamalah ini. Taqrier (persetujuan) Nabi shallallahu’alaihi wa sallam termasuk satu jenis sunnah, sehingga (pengakuan beliau) tidak adanya dasar dari sunnah menentang pernyataan beliau tentang taqrir ini.
  4. Jual beli (perdagangan) dengan keridhaan kedua belah fihak yang ada dalam Al Qur’an meliputi juga Al Qiradh dan Mudharabah
  5. Madzhab beliau menyatakan harus ada nash dalam Al Qur’an dan Sunnah atas setiap permasalahan, lalu bagaimana disini meniadakan dasar dalil Al Qiradh dalam Al Qur’an dan Sunnah
  6. Tidak ditemukannya dalil tidak menunjukkan ketidak adaannya
  7. Atsar yang ada dalam hal ini dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tidak sampai pada derajat pasti (Qath’i) dengan semua kandungannya, padahal penulis (Ibnu Hazm) memastikan persetujuan Nabi dalam permasalahan ini.[9]
Demikian juga Syaikh Al Albani mengkritik pernyataan Ibnu Hazm diatas dengan menyatakan: “Ada beberapa bantahan (atas pernyataan beliau), yang terpenting bahwa asal dalam Muamalah adalah boleh kecuali ada nas (yang melarang) beda dengan ibadah, pada asalnya dalam ibadah dilarang kecuali ada nas, sebagaimana dijelaskan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Al Qiradh dan Mudharabah jelas termasuk yang pertama. Juga ada nash dalam Al Qur’an yang membolehkan perdagangan dengan keridhoan dan ini jelas mencakup Al Qiraadh. Ini semua cukup sebagai dalil kebolehannya dan dikuatkan dengan ijma’ yang beliau akui sendiri.”[10]

Dalam kesempatan lain Ibnu Taimiyah menyatakan: “Sebagian orang menjelaskan beberapa permasalahan yang ada ijma’ padanya namun tidak memiliki dasar nas, seperti Al Mudharabah, hal itu tidak demikian. Mudharabah sudah masyhur dikalangan bangsa Arab dijahiliyah apalagi pada bangsa Quraisy, karena umumnya perniagaan jadi pekerjaan mereka. Pemilik harta menyerahkan hartanya kepada pengelola (‘umaal). Rasulullahshallallahu’alaihi wa sallam sendiri pernah berangkat membawa harta orang lain sebelum kenabian sebagaimana telah berangkat dalam perniagaan harta Khadijah. Juga kafilah dagang yang dipimpin Abu Sufyan kebanyakannya dengan sistem mudharabah dengan Abu Sufyan dan selainnya. Ketika datang islam Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menyetujuinya dan para sahabatpun berangkat dalam perniagaan harta orang lain secara Mudharabah dan beliau shallallahu’alaihi wa sallam tidak melarangnya. Sunnah disini adalah perkataan, pebuatan dan persetujuan beliau, ketiak beliau setujui maka mudharabah dibenarkan dengan sunnah.[11]
Juga hukum ini dikuatkan dengan adanya amalan sebagian sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam diantaranya yang diriwayatkan dalam Al-Muwattha’ [12] dari Zaid bin Aslam, dari ayahnya bahwa ia menceritakan: Abdullah dan Ubaidillah bin Umar bin Al-Khattab pernah keluar dalam satu pasukan ke negeri Iraaq. Ketika mereka kembali, mereka lewat di hadapan Abu Musa Al-Asy’ari, yakni gubernur Bashrah. Beliau menyambut mereka berdua dan menerima mereka sebagai tamu dengan suka cita. Beliau berkata: “Kalau aku bisa melakukan sesuatu yang berguna buat kalian, pasti akan kulakukan.” Kemudian beliau berkata: “Sepertinya aku bisa melakukannya. Ini ada uang dari Allah yang akan kukirimkan kepada Amirul Mukminin. Beliau meminjamkannya kepada kalian untuk kalian belikan sesuau di Iraaq ini, kemudian kalian jugal di kota Al-Madinah. Kalian kembalikan modalnya kepada Amirul Mukminin, dan keuntungannya kalian ambil.” Mereka berkata: “Kami suka itu.” Maka beliau menyerahkan uang itu kepada mereka dan menulis surat untuk disampaikan kepada Umar bin Al-Khattab agar Amirul Mukminin itu mengambil dari mereka uang yang dia titipkan. Sesampainya di kota Al-Madinah, mereka menjual barang itu dan mendapatkan keuntungan. Ketika mereka membayarkan uang itu kepada Umar. Umar lantas bertanya: “Apakah setiap anggota pasukan diberi pinjaman oleh Abu Musa seperti yang diberikan kepada kalian berdua?” Mereka menjawab: “Tidak.” Beliau berkata: “Apakah karena kalian adalah anak-anak Amirul Mukminin sehingga ia memberi kalian pinjaman?” Kembalikan uang itu beserta keuntungannya.” Adapun Abdullah, hanya membungkam saja. Sementara Ubaidillah langsung angkat bicara: “Tidak sepantasnya engkau berbuat demikian wahai Amirul Mukminin! Kalau uang ini berkurang atau habis, pasti kami akan bertanggungjawab.” Umar tetap berkata: “Berikan uang itu semaunya.” Abdullah tetap diam, sementara Ubaidillah tetap membantah. Tiba-tiba salah seorang di antara penggawa Umar berkata: “Bagaimana bila engkau menjadikannya sebagai investasi modal wahai Umar?” Umar menjawab: “Ya. Aku jadikan itu sebagai investasi modal.” Umar segera mengambil modal beserta setengah keuntungannya, sementara Abdullah dan Ubaidillah mengambil setengah keuntungan sisanya.[13]

Kaum muslimin sudah terbiasa melakukan akad kerja sama semacam itu hingga jaman kiwari ini di berbagai masa dan tempat tanpa ada ulama yang menyalahkannya. Ini merupakan konsensus yang diyakini umat, karena cara ini sudah digunakan bangsa Quraisy secara turun temurun dari jaman jahiliyah hingga zaman Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, kemudian beliau mengetahui, melakukan dan tidak mengingkarinya.
Tentulah sangat bijak, bila pengembangan modal dan peningkatan nilainya merupakan salah satu tujuan yang disyariatkan. Sementara modal itu hanya bisa dikembangkan dengan dikelola dan diperniagakan. Sementara tidak setiap orang yang mempunyai harta mampu berniaga, juga tidak setiap yang berkeahlian dagang mempunyai modal. Maka masing-masing kelebihan itu dibutuhkan oleh pihak lain. Oleh sebab itu Mudharabah ini disyariatkan oleh Allah demi kepentingan kedua belah pihak.
Hikmah Disyariatkannya Al Mudharabah
Islam mensyariatkan akad kerja sama Mudharabah untuk memudahkan orang, karena sebagian mereka memiliki harta namun tidak mampu mengelolanya dan disana ada juga orang yang tidak memiliki harta namun memiliki kemampuan untuk mengelola dan mengembangkannya. Maka Syariat membolehkan kerja sama ini agar mereka bisa saling mengambil manfaat diantara mereka. Shohib Al Mal (investor) memanfaatkan keahlian Mudhorib (pengelola) dan Mudhorib (pengelola) memanfaatkan harta dan dengan demikian terwujudlah kerja sama harta dan amal. Allah Ta’ala tidak mensyariatkan satu akad kecuali untuk mewujudkan kemaslahatan dan menolak kerusakan.[14]

Jenis Al Mudharabah

Para ulama membagi Al Mudharabah menjadi dua jenis:
  1. Al Mudharabah Al Muthlaqah (Mudharabah bebas). Pengertiannya adalah sistem mudharabah dimana pemilik modal (investor/Shohib Al Mal) menyerahkan modal kepada pengelola tanpa pembatasan jenis usaha, tempat dan waktu dan dengan siapa pengelola bertransaksi. Jenis ini memberikan kebebasan kepada Mudhorib (pengelola modal) melakukan apa saja yang dipandang dapat mewujudkan kemaslahatan.
  2. Al Mudharabah Al Muqayyadah (Mudharabah terbatas). Pengertiannya pemilik modal (investor) menyerahkan modal kepada pengelola dan menentukan jenis usaha atau tempat atau waktu atau orang yang akan bertransaksi dengan Mudharib.[15] Jenis kedua ini diperselisihkan para ulama keabsahan syaratnya, namun yang rajih bahwa pembatasan tersebut berguna dan tidak sama sekali menyelisihi dalil syar’i, itu hanya sekedar ijtihad dan dilakukan dengan kesepakatan dan keridhoan kedua belah pihak sehingga wajib ditunaikan.[16]
Perbedaan antara keduanya terletak pada pembatasan penggunaan modal sesuai permintaan investor.

Rukun Al Mudharabah

Al Mudharabah seperti usaha pengelolaan usaha lainnya memiliki tiga rukun:
  1. Adanya dua atau lebih pelaku yaitu investor (pemilik modal) dan pengelola (mudharib).
  2. Objek transaksi kerja sama yaitu modal, usaha dan keuntungan.
  3. Pelafalan perjanjian.
Sedangkan imam Al Syarbini dalam Syarh Al Minhaaj menjelasakan bahwa rukun Mudharabah ada lima, yaitu Modal, jenis usaha, keuntungan, pelafalan transaksi dan dua pelaku transaksi.17 Ini semua ditinjau dari perinciannya dan semuanya tetap kembali kepada tiga rukun di atas.

Rukun pertama: adanya dua atau lebih pelaku.

Kedua pelaku kerja sama ini adalah pemilik modal dan pengelola modal. Disyaratkan pada rukun pertama ini keduanya memiliki kompetensi beraktifitas (Jaiz Al Tasharruf) dalam pengertian mereka berdua baligh, berakal, Rasyid dan tidak dilarang beraktivitas pada hartanya[18]. Sebagian ulama mensyaratkan bahwa keduanya harus muslim atau pengelola harus muslim, sebab seorang muslim tidak ditakutkan melakukan perbuatan riba atau perkara haram.[19] Namun sebagian lainnya tidak mensyaratkan hal tersebut, sehingga diperbolehkan bekerja sama dengan orang kafir yang dapat dipercaya dengan syarat harus terbukti adanya pemantauan terhadap aktivitas pengelolaan modal dari pihak muslim sehingga terlepas dari praktek riba dan haram.[20]

Rukun kedua: objek Transaksi.

Objek transaksi dalam Mudharabah mencakup modal, jenis usaha dan keuntungan.
a. Modal
Dalam sistem Mudharabah ada empat syarat modal yang harus dipenuhi:
  1. Modal harus berupa alat tukar/satuan mata uang (Al Naqd) dasarnya adalah ijma’[21] atau barang yang ditetapkan nilainya ketika akad menurut pendapat yang rojih. [22]
  2. Modal yang diserahkan harus jelas diketahui.[23]
  3. Modal yang diserahkan harus tertentu.
  4. Modal diserahkan kepada pihak pengelola modal dan pengelola menerimanya langsung dan dapat beraktivitas dengannya.[24]
Jadi dalam Mudharabah disyaratkan modal yang diserahkan harus diketahui dan penyerahan jumlah modal kepada Mudharib (pengelola modal) harus berupa alat tukar seperti emas, perak dan satuan mata uang secara umum. Tidak diperbolehkan berupa barang kecuali bila ditentukan nilai barang tersebut dengan nilai mata uang ketika akad transaksi, sehingga nilai barang tersebut yang menjadi modal Mudharabah. Contohnya seorang memiliki sebuah mobil toyota kijang lalu diserahkan kepada Mudharib (pengelola modal), maka ketika akad kerja sama tersebut disepakati wajib ditentukan harga mobil tersebut dengan mata uang, misalnya Rp 80 juta; maka modal Mudharabah tersebut adalah Rp 80 juta.
Kejelasan jumlah modal ini menjadi syarat karena menentukan pembagian keuntungan. Apabila modal tersebut berupa barang dan tidak diketahui nilainya ketika akad, bisa jadi barang tersebut berubah harga dan nilainya seiring berjalannya waktu, sehingga memiliki konsekuensi ketidakjelasan dalam pembagian keuntungan.

b. Jenis Usaha

Jenis usaha di sini disyaratkan beberapa syarat:
  1. Jenis usaha tersebut di bidang perniagaan
  2. Tidak menyusahkan pengelola modal dengan pembatasan yang menyulitkannya, seperti ditentukan jenis yang sukar sekali didapatkan, contohnya harus berdagang permata merah delima atau mutiara yang sangat jarang sekali adanya. [25]
Asal dari usaha dalam Mudharabah adalah di bidang perniagaan dan bidang yang terkait dengannya yang tidak dilarang syariat. Pengelola modal dilarang mengadakan transaksi perdagangan barang-barang haram seperti daging babi, minuman keras dan sebagainya.[26]

Pembatasan Waktu Penanaman Modal

Diperbolehkan membatasi waktu usaha dengan penanaman modal menurut pendapat madzhab Hambaliyyah.[27] Dengan dasar dikiyaskan (dianalogikan) dengan sistem sponsorship pada satu sisi, dan dengan berbagai kriteria lain yang dibolehkan, pada sisi yang lainnya.[28]

c. Keuntungan

Setiap usaha dilakukan untuk mendapatkan keuntungan, demikian juga Mudharabah. Namun dalam Mudharabah disyaratkan pada keuntungan tersebut empat syarat:
  1. Keuntungan khusus untuk kedua pihak yang bekerja sama yaitu pemilik modal (investor) dan pengelola modal. Seandainya disyaratkan sebagian keuntungan untuk pihak ketiga, misalnya dengan menyatakan: ‘Mudharabah dengan pembagian 1/3 keuntungan untukmu, 1/3 untukku dan 1/3 lagi untuk istriku atau orang lain, maka tidak sah kecuali disyaratkan pihak ketiga ikut mengelola modal tersebut, sehingga menjadi qiraadh bersama dua orang.[29] Seandainya dikatakan: ’separuh keuntungan untukku dan separuhnya untukmu, namun separuh dari bagianku untuk istriku’, maka ini sah karena ini akad janji hadiyah kepada istri.[30]
  2. Pembagian keuntungan untuk berdua tidak boleh hanya untuk satu pihak saja. Seandainya dikatakan: ‘Saya bekerja sama Mudharabah denganmu dengan keuntungan sepenuhnya untukmu’ maka ini dalam madzhab Syafi’i tidak sah.[31]
  3. Keuntungan harus diketahui secara jelas.
  4. Dalam transaksi tersebut ditegaskan prosentase tertentu bagi pemilik modal (investor) dan pengelola. Sehingga keuntungannya dibagi dengan persentase bersifat merata seperti setengah, sepertiga atau seperempat.[32] Apa bila ditentuan nilainya, contohnya dikatakan kita bekerja sama Mudharabah dengan pembagian keuntungan untukmu satu juta dan sisanya untukku’ maka akadnya tidak sah. Demikian juga bila tidak jelas persentase-nya seperti sebagian untukmu dan sebagian lainnya untukku.
Dalam pembagian keuntungan perlu sekali melihat hal-hal berikut:
  1. Keuntungan berdasarkan kesepakatan dua belah pihak, namun kerugian hanya ditanggung pemilik modal.[33] Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir menyatakan: “Keuntungan sesuai dengan kesepakatan berdua.” Lalu dijelaskan dengan pernyataan: “Maksudnya dalam seluruh jenis syarikat dan hal itu tidak ada perselisihannya dalam Al Mudharabah murni.” Ibnul Mundzir menyatakan: “Para ulama bersepakat bahwa pengelola berhak memberikan syarat atas pemilik modal 1/3 keuntungan atau ½ atau sesuai kesepakatan berdua setelah hal itu diketahui dengan jelas dalam bentuk persentase.” [34]
  2. Pengelola modal hendaknya menentukan bagiannya dari keuntungan. Apabila keduanya tidak menentukan hal tersebut maka pengelola mendapatkan gaji yang umum dan seluruh keuntungan milik pemilik modal (investor).[35] Ibnu Qudamah menyatakan: “Diantara syarat sah Mudharabah adalah penentuan bagian (bagian) pengelola modal karena ia berhak mendapatkan keuntungan dengan syarat sehingga tidak ditetapkan kecuali dengannya. Seandainya dikatakan: Ambil harta ini secara mudharabah dan tidak disebutkan (ketika akad) bagian pengelola sedikitpun dari keuntungan, maka keuntungan seluruhnya untuk pemilik modal dan kerugian ditanggung pemilik modal sedangkan pengelola modal mendapat gaji umumnya. Inilah pendapat Al Tsauri, Al Syafi’i, Ishaaq, Abu Tsaur dan Ashhab Al Ra’i (Hanafiyah).” [36] Beliaupun merajihkan pendapat ini.
  3. Pengelola modal tidak berhak menerima keuntungan sebelum menyerahkan kembali modal secara sempurna. Berarti tidak seorangpun berhak mengambil bagian keuntungan sampai modal doserahkan kepada pemilik modal, apabila ada kerugian dan keuntungan maka kerugian ditutupi dari keuntungan tersebut, baik baik kerugian dan keuntungannya dalam satu kali atau kerugian dalam satu perniagaan dan keuntungan dari perniagaan yang lainnya atau yang satu dalam satu perjalanan niaga dan yang lainnya dalam perjalanan lain. Karena mkna keuntungan adalah kelebihan dari modal dan yang tidak ada kelebihannya maka bukan keuntungan. Kami tidak tahu ada perselisihan dalam hal ini.[37]
  4. Keuntungan tidak dibagikan selama akad masih berjalan kecuali apabila kedua pihak saling ridha dan sepakat.[38] Ibnu Qudamah menyatakan: “Keuntungan jika tampak dalam mudharabah, maka pengelola tidak boleh mengambil sedikitpun darinya tanpa izin pemilik modal. Kami tidak mengetahui dalam hal ini ada perbedaan diantara para ulama.
Tidak dapat melakukannya karena tiga hal:
  1. Keuntungan adalah cadangan modal, karena tidak bisa dipastikan tidak ada kerugian yang dapat ditutupi dengan keuntungan tersebut.sehingga berakhir hal itu tidak menjadi keuntungan
  2. Pemilik modal adalah mitrra usaha pengelola sehingga ia tidak memiliki hak membagi keuntungan tersebut untuk dirinya.
  3. Kepemilikannya tas hal itu tidak tetap, karena mungkin sekali keluar dari tangannya untuk menutupi kerugian.
Namun apabila pemilik modal mengizinkan untuk mengambil sebagiannya, maka diperbolehkan; karena hak tersebut milik mereka berdua.”[39]

Hak mendapatkan keuntungan tidak akan diperoleh salah satu pihak sebelum dilakukan perhitungan akhir terhadap usaha tersebut. Sesungguhnya hak kepemilikan masing-masing pihak terhadap keuntungan yang dibagikan adalah hak yang labil dan tidak akan bersikap permanen sebelum diberakhirkannya perjanjian dan disaring seluruh bentuk usaha bersama yang ada. Adapun sebelum itu, keuntungan yang dibagikan itupun masih bersifat cadangan modal yang digunakan menutupi kerugian yang bisa saja terjadi kemudian sebelum dilakukan perhitungan akhir.

Perhitungan akhir yang mempermanenkan hak kepemilikan keuntungan, aplikasinya bisa dua macam:
Pertama: perhitungan akhir terhadap usaha. Yakni dengan cara itu pemilik modal bisa menarik kembali modalnya dan menyelesaikan ikatan kerjasama antara kedua belah pihak.

Kedua: Finish cleansing terhadap kalkulasi keuntungan. Yakni dengan cara penguangan aset dan menghadirkannya lalu menetapkan nilainya secara kalkulatif, di mana apabila pemilik modal mau dia bisa mengambilnya. Tetapi kalau ia ingin diputar kembali, berarti harus dilakukan perjanjian usaha baru, bukan meneruskan usaha yang lalu.[40]

Rukun ketiga: Pelafalan Perjanjian (Shighoh Transaksi).
Shighah adalah ungkapan yang berasal dari kedua belah pihak pelaku transaksi yang menunjukkan keinginan melakukannya. Shighah ini terdiri dari ijab qabul. Transaksi Mudharabah atau Syarikat dianggap sah dengan perkataan dan perbuatan yang menunjukkan maksudnya.[41]

Syarat Dalam Mudharabah [42]

Pengertian syarat dalam Al Mudharabah adalah syarat-syarat yang ditetapkan salah satu pihak yang mengadakan kerjasama berkaitan dengan Mudharabah. Syarat dalam Al Mudharabah ini ada dua:

1. Syarat yang shahih (dibenarkan) yaitu syarat yang tidak menyelisihi tuntutan akad dan tidak pula maksudnya serta memiliki maslahat untuk akad tersebut. Contohnya Pemilik modal mensyaratkan kepada pengelola tidak membawa pergi harta tersebut keluar negeri atau membawanya keluar negeri atau melakukan perniagaannya khusus dinegeri tertentu atau jenis tertentu yang gampang didapatkan. Maka syarat-syarat ini dibenarkan menurut kesepakatan para ulama dan wajib dipenuhi, karena ada kemaslahatannya dan tidak menyelisihi tuntutan dan maksud akad perjanjian mudharabah.

2. Syarat yang fasad (tidak benar). Syarat ini terbagi tiga:
  • Syarat yang meniadakan tuntutan konsekuensi akad, seperti mensyaratkan tidak membeli sesuatu atau tidak menjual sesuatu atau tidak menjual kecuali dengan harga modal atau dibawah modalnya. Syarat ini disepakati ketidak benarannya, karena menyelisihi tuntutan dan maksud akad kerja sama yaitu mencari keuntungan.
  • Syarat yang bukan dari kemaslahatan dan tuntutan akah, seperti mensyaratkan kepada pengelola untuk memberikan Mudharabah kepadanya dari harta yang lainnya.
  • Syarat yang berakibat tidak jelasnya keuntungan seperti mensyaratkan kepada pengelola bagian keuntungan yang tidak jelas atau mensyaratkan keuntungan satu dari dua usaha yang dikelola, keuntungan usaha ini untuk pemilik modal dan yang satunya untuk pengelola atau menentukan nilai satuan uang tertentu sebagai keuntungan. Syarat ini disepakati kerusakannya karena mengakibatkan keuntungan yang tidak jelas dari salah satu pihak atau malah tidak dapat keuntungan sama sekali. Sehingga akadnya batal.
Berakhirnya Usaha Mudharabah

Mudharabah termasuk akad kerjasama yang diperbolehkan. Usaha ini berakhir dengan pembatalan dari salah satu pihak. Karena tidak ada syarat keberlangsungan terus menerus dalam transaksi usaha semacam ini. Masing-masing pihak bisa membatalkan transaksi kapan saja dia menghendaki. Transaksi Mudharabah ini juga bisa berakhir dengan meninggalnya salah satu pihak transaktor, atau karena ia gila atau idiot.
Imam Ibnu Qudamah (wafat tahun 620 H) menyatakan: “Al Mudharabah termasuk jenis akad yang diperbolehkan. Ia berakhir dengan pembatalan salah seorang dari kedua belah pihak -siapa saja-, dengan kematian, gila atau dibatasi karena idiot; hal itu karena ia beraktivitas pada harta orang lain dengan sezinnya, maka ia seperti wakiel dan tidak ada bedanya antara sebelum beraktivitas dan sesudahnya.[43] Sedangkan Imam Al Nawawi menyatakan: Penghentian qiraadh boleh, karena ia diawalnya adalah perwakilan dan setelah itu menjadi syarikat. Apabila terdapat keuntungan maka setiap dari kedua belah pihak boleh memberhentikannya kapan suka dan tidak butuh kehadiran dan keridoan mitranya. Apabila meninggal atau gila atau hilang akal maka berakhir usaha terbut.” [44]

Imam Syafi’i menyatakan: “Kapan pemilik modal ingin mengambil modalnya sebelum diusahakan dan sesudahnya dan kapan pengelola ingin keluar dari qiraadh maka ia keluar darinya.” [45]

Apabila telah dihentikan dan harta (modal) utuh, namun tidak memiliki keuntungan maka harta tersebut diambil pemilik modal. Apabila terdapat keuntungan maka keduanya membagi keuntungan tersebut sesuai dengan kesepakatan. Apabila berhenti dan harta berbentuk barang, lalu keduanya sepakat menjualnya atau membaginya maka diperbolehkan, karena hak milik kedua belah pihak. Apabila pengelola minta menjualnya sedang pemilik modal menolak dan tampak dalam usaha tersebut ada keuntungan, maka penilik modal dipaksa menjualnya; karena hak pengelola ada pada keuntungan dan tidak tampak decuali dengan dijual. Namun bila tidak tampak keuntungannya maka pemilik modal tidak dipaksa.[46]

Tampak sekali dari sini keadilan syariat islam yang sangat memperhatikan keadaan dua belah pihak yang bertransaksi mudharabah. Sehingga seharusnya kembali memotivasi diri kita untuk belajar dan mengetahu tata aturan syariat dalam muamalah sehari-hari.

Demikianlah sebagian pembahasn tentang Mudharabah semoga yang sedikit ini bermanfaat bagi kita semua…

Footnotes:
  1. Lihat Al Mughni karya Ibnu Qudamah, tahqiq Abdullah bin Abdulmuhsin Al Turki, cetakan kedua tahun 1412H, penerbit Hajr. (7/133), Al Syarh Al Mumti”Ala Zaad Al Mustaqni’ karya Ibnu Utsaimin tahqiq Abu Bilal Jamaal Abdul ‘Aal, cetakan pertama tahun 1423 H, penerbit Dar Ibnu Al Haitsam, Kairo, Mesir (4/266), Al Fiqhu Al Muyassar -bag. Fiqih Muamalah- karya Prof. DR Abdullah bin Muhammad Al Thoyaar, Prop. DR. Abdullah bin Muhammad Al Muthliq dan DR. Muhammad bin Ibrohim Alimusaa. Cetakan pertama tahun 1425H Hal. 185, Al Bunuk Al Islamiyah Baina An Nadzoriyat Wa Tathbiq, karya Prof. DR Abdullah bin Muhammad Al Thoyaar, cetakan kedua tahun 1414 H, Muassasah Al Jurais, Riyaadh, KSA hal 122
  2. Al Mughni op.cit 7/133
  3. Al Bunuk Al Islamiyah Baina An Nadzoriyat Wa Tathbiq, op.cit hal 122
  4. Al Fiqhu Al Muyassar op.cit. hal 185. Hal inipun diakui PKES (pusat Komunikasi Ekonomi Syari’at) indonesia dalam buku saku perbankan Syari’at hal 37.
  5. Al Mugnhi op.cit 7/133
  6. Maratib Al Ijma’ karya Ibnu Hazm, tanpa tahun dan cetakan, penerbit Dar Al Kutub Al Ilmiyah, Bairut. hal 91.
  7. Majmu’ Fatawa 29/101
  8. Maratib Al Ijma’ op.cit hal 91-92.
  9. Naqdh Maratib Al Ijma’ karya Syeikh Islam yang dicetak sebagai foot note kitab Maratib Al Ijma hal 91-92.
  10. Irwa’ Al Gholil Fi Takhrij Ahaadits Manar Al Sabil karya Syeikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, cetakan kedua tahun 1405 H. Al maktab Islami, Baerut. 5/294
  11. Majmu’ Fatawa 19/195-196
  12. Dalam kitab al-Qiraadh bab 1 halaman 687 dan dibawakan juga oelh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ fatawa 19/196
  13. Dinilai Shohih Oleh Syeikh Al Albani dalam Irwa Al Gholil 5/290-291
  14. Al Bunuk Al Islamiyah op.cit hal 123.
  15. Al Fiqh Al Muyassar op.cit hal 186.
  16. Demikianlah yang dirojihkan penulis kitab Al Fiqh Al Muyassar hal 187.
  17. Lihat Takmilah AL Majmu’ Syarhu Al Muhadzab imam nawawi oleh Muhammad Najieb Al Muthi’i yang digabung dengan kitab Majmu’ Syatrhul Muhadzab 15/148
  18. Al Fiqh Al Muyassar op.cit hal169.
  19. Lihat Al Bunuk Al Islamiyah op.cit hal 123.
  20. Lihat kitab Maa La Yasa’u Al Taajir Jahlulu, karya prof. DR Abdullah Al Mushlih dan prof. DR. Shalah Al Showi yang diterjemahkan dalam edisi bahasa Indonesia oleh Abu Umar Basyir dengan judul Fiqh Ekonimi Keuangan Islam, penerbit Darul Haq, Jakarta hal. 173.
  21. Lihat Maratib Al Ijma’ hal 92 dan Takmilah AL Majmu’ op.cit 15/143
  22. Pendapat inilah yang dirojihkan syeikh Ibnu Utsaimin dalam Al Syarhu Al Mumti’. Op.cit. 4/258Al Bunuk Al Islamiyah op.cit hal. 123 dan Takmilah AL Majmu’ op.cit 15/144
  23. Takmilah AL Majmu’ op.cit 15/145
  24. ibid 15/146-147
  25. lihat Fiqih Ekonomi Keuangan Islam op.cit hal 176
  26. Al Mughni op.cit 7/177
  27. fikih Ekonomi Keuangan Islam op.cit. 177
  28. lihat juga Al Mughni op.cit 7/144
  29. Takmilah Al Majmu’ op.cit 15/160
  30. ibid 15/159
  31. lihat Maratib Al Ijma’ op.cit hal 92, Al Syarhu Al Mumti’ op.cit 4/259 dan takmilah Al Majmu’ op.cit 15/159-160
  32. untuk masalah kerugian dalam Mudharabah silahkan lihat makalah Ustadz Abu Ihsan dalam mabhas ini.
  33. Al Mughni op.cit 7/138
  34. Al Bunuk Al Islamiyah op.cit hal 123.
  35. Al Mughni op.cit 7/140.
  36. Ibid 7/165.
  37. Al Bunuk Al Islamiyah op.cit 123.
  38. Al Mughni op.cit 7/172
  39. Fiqih Ekonomi Keuangan Islam op.cit hal 181-182.
  40. Al Fiqh Al Muyassar op.cit hal 169.
  41. Diambil dari catatan penulis dari pelajaran fiqih dari Syeikh prof. DR. Hamd Al Hamaad ditahun keempat pada kuliah hadits di Universitas Islam Madinah tahun 1419H dan kitab Al Mughni op.cit 7/175-177
  42. Al Mughni op.cit 7/172
  43. Majmu’ Syarhu Almuhadzab op.cit 15/176.
  44. Ibid 15/191.
  45. Al Mughni op.cit 7/172
***
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel www.ekonomisyariat.com

Saturday, December 4, 2010

Cinta Buta???

Selesai sarapan bermenu Nasi Goreng Teh O tambah lagi Ikan Budu bersalut telur kiriman Ibu Mertuaku minggu lepas, tengok pulak Nasi Lemak Kopi O lepas tu. Tertarik betul dengan segmen Cinta Buta yang mengisahkan dua sejoli merupakan pasangan istimewa cacat penglihatan bertemu jodoh akhirnya. Kata Sharifah Shahira, ingatkan hanya peribahasa saja yang membawa maksud Cinta Buta, rupanya dalam realiti memang ada kisahnya. Allah SWT maha adil kepada semua makhluknya, sangat hebat perancangan dan ketentuan Allah SWT.

Sambil-sambil khusyuk menonton NLKO, teringat pulak kisah sahabat yang dah lama dalam perniagaan yang macam-macam. Dah hampir semua perniagaan beliau mencuba dan ada yang berjaya tak kurang juga yang tak berjaya. Namun istilah yang sama... Cinta Buta!!! Melabur sana sini tapi tak pernah juga jadi kaya. Yang mencanang pun sama saja tak nampak bunga-bunga kekayaan tetapi cakap berapi-api. Bank Negara dah selalu sangat pesan, pamplet berlambak-lambak, realiti berlaku penipuan sana-sini tetapi tetap juga terjerumus.

Bila berbahas dengan sahabat ni, kita memang tak akan menang. Hutang dah keliling pinggang pun masih mempertahankan musuh sendiri. Memang dia betul-betul dah dibutakan dengan cinta Skim Cepat Kaya ni. Harapnya sama-samalah kita membantu sahabat-sahabat yang terkeliru dan dibutakan dengan cinta dunia yang palsu ini.

Sedikit info yang diambil daripada www.banknegara.gov.my :-

  1. Apakah Skim Cepat Kaya?

    Satu pelan yang lazimnya menawarkan kadar pulangan yang tinggi atau tidak realistik bagi jumlah pelaburan yang kecil dan pada masa yang sama menjanjikan pelaburan tersebut adalah mudah dan bebas daripada sebarang risiko.

    Skim "Cepat Kaya" yang berikut adalah dilarang di bawah undang-undang yang dikuat kuasakan oleh Bank Negara Malaysia:
    • Aktiviti pengambilan deposit secara haram Aktiviti pengambilan deposit secara haram adalah suatu perbuatan menerima, mengambil, atau menyetujuterima deposit (wang, logam berharga, batu berharga, apa-apa artikel lain dan sebagainya) daripada orang awam atau pelabur, yang menjanjikan pembayaran semula deposit tersebut biasanya dengan faedah atau pulangan atau dengan sebarang balasan yang berupa wang atau nilaian wang, tanpa mempunyai satu lesen yang sah di bawah Akta Bank dan Institusi-Institusi Kewangan 1989. Urus niaga mata wang asing haram Perbuatan yang berikut tergolong kepada urus niaga mata wang asing haram:
      • Membeli atau menjual mata wang asing di antara dua orang dan tiada seorang daripada mereka adalah seorang peniaga yang diberi kuasa melainkan jika orang itu telah mendapatkan kebenaran daripada Pengawal Pertukaran Wang Asing di bawah Akta Kawalan Pertukaran Wang 1953 (AKPW).

      • Membeli atau menjual mata wang asing oleh seorang pemastautin yang bukan seorang peniaga yang diberi kuasa dengan seorang di luar Malaysia melainkan jika orang itu telah mendapat kebenaran Pengawal Pertukaran Wang Asing di bawah AKPW.

    AMARAN: Skim Pelaburan Melalui Internet Orang awam diingatkan supaya berhati-hati dengan skim pelaburan yang dipromosikan melalui internet. Sesetengah syarikat dan laman web yang menawarkan skim pelaburan melalui internet tidak dilesenkan atau diberi kuasa oleh Bank Negara Malaysia untuk mengambil deposit atau membuat urus niaga mata wang asing. Aktiviti sedemikian biasanya menawarkan pulangan pelaburan yang menarik atau peluang pelaburan yang membabitkan kadar pulangan yang tidak realistik dan tanpa risiko atau berisiko rendah.
    Pelabur adalah diingatkan supaya membuat deposit hanya dengan institusi yang berlesen atau menjalankan urus niaga mata wang asing dengan institusi yang diberi kuasa oleh Bank Negara Malaysia agar mereka boleh mendapat perlindungan yang sepatutnya. Pengendali tidak berlesen boleh berhenti menjalankan perniagaan mereka yang menyebabkan pelabur-pelabur tidak mempunyai apa-apa cara untuk mendapatkan semula wang pelaburan mereka atau membuat tuntutan terhadap mana-mana orang yang terbabit dengan skim tersebut.
  2. Bagaimanakah untuk mengesan Skim Cepat Kaya?
  3. Skim pengambilan deposit secara haram
      • Orang berkenaan (individu, syarikat atau organisasi) menerima, mengambil atau menyetujuterima deposit daripada orang awam tidak mempunyai lesen di bawah seksyen 6(4) Akta Bank dan Institusi-institusi Kewangan 1989;
      • Orang tersebut berjanji untuk membayar semula deposit dengan atau tanpa faedah atau pulangan (faedah atau pulangan pelaburan dijanjikan untuk dibayar dalam suatu tempoh masa dan dalam bentuk wang atau nilaian wang, sebagainya); dan

      • Orang tersebut berjanji untuk membayar semula deposit pokok apabila pembayaran balik dituntut atau pada suatu masa atau mengikut hal keadaan yang dipersetujui oleh atau bagi pihak orang yang membuat bayaran itu dan orang yang menerimanya, dengan apa-apa balasan berupa wang atau nilaian wang (pembayaran pelaburan pokok adakalanya dimasukkan sekali dalam faedah atau pulangan tetap yang dijanjikan).

    Amaran Untuk Pelabur
    • Aktiviti pengambilan deposit secara haram selalunya berselindung dengan pelbagai cara untuk menipu orang awam menjadi mangsa skim pelaburan haram, antaranya, melalui tawaran pemberian emas dan barang berharga yang lain sebagai sebahagian daripada pulangan yang dijanjikan. Selain itu, orang ramai juga disogok dengan dakwaan bahawa deposit itu diterima sebagai pinjaman kepada syarikat.
    •  Aktiviti pengambilan deposit secara haram seringkali digambarkan mampu memberi kadar faedah atau pulangan yang tinggi atau tidak realistik dalam suatu masa yang singkat berbanding dengan institusi-institusi berlesen yang lain. Bagaimanapun, skim-skim seperti ini tidak boleh bertahan lama;
    •  Jangka hayat skim-skim seperti ini bergantung kepada penyertaan pelabur baru di mana dana pelaburan yang diterima akan digunakan untuk pembayaran dividen kepada pelabur lama. Sekiranya syarikat pengendali gagal mendapatkan pelabur baru, skim ini akan gagal kerana ketiadaan sumbangan dana dari pelabur baru.
    •  Pada permulaannya, pelabur-pelabur awal akan dibayar pulangan pelaburan seperti yang dijanjikan. Bagaimanapun, akhirnya pengendali akan melarikan diri dengan wang deposit yang dipungut apabila pengendali mendapati skim akan mengalami kegagalan yang akhirnya menjadikan pelabur rugi.
    Skim urus niaga mata wang asing haram Urus niaga mata wang asing dengan seseorang, selain daripada seorang yang diberi kuasa, yang tidak mendapat kebenaran oleh Pengawal Pertukaran Wang Asing di bawah AKPW sering:
      • Menawarkan kepada pelabur atau orang awam peluang untuk berurus niaga mata wang asing dengan syarikat induk (yang kononnya mempunyai lesen sah untuk berurus niaga mata wang asing di luar negara);
      • Memudahkan urus niaga mata wang asing dengan menyediakan akses kepada laman web syarikat induk dan kemudahan urus niaga melalui internet;
      • Menggaji lepasan siswazah sebagai eksekutif pemasaran dan mempengaruhi mereka supaya membuat ahli keluarga mereka membuat pelaburan;
      • Mengarahkan pelabur-pelabur untuk mendeposit wang pelaburan sama ada ke dalam akaun bank syarikat induk atau akaun bank pihak ketiga; dan
      • Mempengaruhi pelabur-pelabur untuk menambah jumlah pelaburan ("panggilan margin") atau menghadapi risiko kehilangan pelaburan mereka .

    Amaran untuk Pelabur Pengendali skim mata wang asing haram akan cuba menyakinkan bakal-bakal pelabur dengan strategi pasaran yang menjanjikan pulangan segera dan tinggi-
    •  Melalui penampilan imej yang profesional dan bereputasi dengan barisan pekerja yang berpakaian segak, keadaan pejabat yang bercirikan teknologi tinggi dan kemudahan IT yang terkini yang memudahkan pelabur-pelabur untuk mengendalikan akaun-akaun mereka melalui internet;
    •  Dengan peralatan urus niaga seperti suatu skrin berita yang menunjukkan pergerakan dalam kadar pertukaran untuk memberi gambaran bahawa sesuatu perniagaan yang profesional dan sah di sisi undang-undang sedang dijalankan;
    •  Kebiasaannya, pelabur juga dikehendaki untuk menandatangani satu kontrak urus niaga dengan syarikat. Kontrak-kontrak ini sering tidak ditandatangani oleh syarikat. Ini bermakna tiada tindakan boleh diambil oleh pelabur terhadap syarikat kerana tiada kontrak formal yang mengikat.
  4. Bagaimanakah untuk melindungi diri daripada terjebak dengan skim seperti ini?

      • Ingatlah pada kata hikmat ini - Sesuatu yang menguntungkan tetapi seakan terlalu mustahil untuk diterima akal, berkemungkinan besar merupakan satu penipuan;
      • Berurusan hanya dengan institusi kewangan berlesen dan peniaga mata wang asing yang di beri kuasa;
      • Semak terlebih dahulu dengan pihak berkuasa yang berkaitan;
      • Jangan gopoh atau membiarkan diri dipaksa untuk melabur;
      • Berhati-hatilah dengan pelaburan yang dibuat melalui internet;
      • Berwaspada dengan sebarang peluang pelaburan yang tidak bertulis; dan
      • Jika suatu pelaburan telah dibuat, simpan kesemua dokumen yang berkaitan dengan pelaburan dan komunikasi dengan selamat.

  5. Apakah yang perlu anda lakukan sekiranya anda menjadi mangsa skim seperti ini?
    Jika anda mempunyai sebarang maklumat mengenai aktiviti pengambilan wang secara haram atau urus niaga mata wang asing secara haram atau anda sendiri adalah mangsa kepada aktiviti atau skim haram seumpamanya tersebut , sila hantar maklumat lanjut atau aduan anda beserta dengan dokumen berkaitan kepada Bank Negara Malaysia seperti berikut:
Alamat:
Unit Penyiasatan Khas
Bank Negara Malaysia
Jalan Dato' Onn
50480 Kuala Lumpur
Faksimili: 03-26987467
E-mel: upkinfo@bnm.gov.my

Islam Hanya Pada Nama?

Tersentuh hati bila menonton klip video artis nasyid Iraq tentang pembunuhan orang Islam di bumi sendiri... Baghdad yang dahulunya agak maju. Lebih teruk lagi saudara sendiri yang menjadi dalang bersekutu dengan yahudi laknatullah. Apa nak jadi... Tetapi bila dikaitkan dengan bumi sendiri rupa-rupanya ada terjadi. Isu yang nak disentuh hanyalah berkaitan syarikat insuran.

Menggunakan nama Takaful sebagai menarik minat umat Islam yang terdiri daripada kawan-kawan baik dan sanak saudara. Janji sana-sini, pulangan besar, untung besar, simpanan tinggi, bonus berlipat ganda... ayat memang manis. Sudahnya simpanan hanya tinggal dari 6 hingga 10 peratus sahaja. Yang menyedihkan lagi, sahabat baik kita yang bersubahat menipu. Samada dipaksa menipu atau sengaja menipu semuanya tidak menjadi masalah bagi manusia yang tamak haloba tanpa menghiraukan Syurga Neraka. Harapnya mereka tidak sedar ketika mereka sedang menipu dan tidak sengaja kerana dikaburi banyak pihak. Lebih baik lagi mereka sedar sebelum mereka terus menipu sesama sendiri.

Teringat kisah seorang kakak yang dahulunya menjadi agen syarikat berkenaan yang menyertai Takaful Ikhlas. Soalan yang mula ditanya kepada beliau, kenapa akak sertai kami? Beliau menarik nafas sedalam-dalamnya seakan-akan sedikit mengeluh. " Akak dah kerja 6 tahun dengan syarikat tu dan dah sebati pun. Akan tetapi akak tak rasa bahagia dan sering dalam keadaan tak tenang. Maklumlah kerja menipu orang siang dan malam. Semuanya tanpa akak sedari dan tak pernah terfikir. 

Dari mana datangnya duit syarikat dan ke mana duit itu dilaburkan dan kaedah yang digunakan semuanya seakan-akan di tutup pandangannya. Pelanggan akak semua tak tahu dan tak pernah diberitahu". Jadi macam mana pulak di Takaful Ikhlas ni? Baru je beberapa bulan akak menjadi sebahagian keluarga besar ni, akak dah rasa macam pendakwah dan rasa puas hati dan bebas dari belenggu ketakutan dan dari segala penipuan kepada pelanggan. Semuanya dinyatakan dan tak timbul soal keraguan".

Thursday, November 4, 2010

Antara Pelaburan, Perlindungan, Wasiat dan Zakat


Ketika membuat pilihan untuk meletakkan keutamaan dalam pengurusan kewangan, seringkali kita tersilap dan akan menyebabkan kita tersungkur lebih awal. Pertanyaan yang selalu diterima apabila sesi ceramah ialah Antara Pelaburan, Perlindungan, Wasiat dan Zakat yang mana patut saya dahulukan? Perlu diingat bahawa ketiga-tiga aspek ini perlu difahami. Semuanya adalah sama asalkan berdasarkan Prinsip Syariah akan tetapi berbeza dari sudut. Berikut adalah pendapat peribadi dari IFSA ;
1. Perlindungan (Takaful) :
    Ia adalah asas utama dalam memberikan satu jaminan kepada isteri, anak ataupun mereka yang disayangi terutama bagi yang kurang berharta. Berdasarkan konsep tabungan inilah maka manfaat akan dikongsi bersama kepada penama. Jika diizinkan Allah SWT umur kita dipanjangkan, maka tabungan itu dapat kita kongsi sebagai simpanan jangka panjang walau berapa banyak pun keuntungan yang diperolehi.Apa yang penting, tabungan itu juga sebagai jariah kita dalam membantu peserta yang ditimpa musibah. Adakah  tidak kita gembira sekiranya duit yang ditabungkan dapat membantu orang lain selain kita juga mendapat manfaat?
2. Wasiat :
   Setelah memilih menyertai Takaful barulah  kita memulakan langkah dengan menetapkan wasiat mengikut garis panduan syarak. Adalah digalakkan juga membuat Pre Hibah yang lebih menjamin kedua-dua belah pihak. Tidak banyak dari kalangan kita yang penting tentang kesedaran berwasiat kerana memikirkan bahawa masih terlalu awal, tidak tahu hendak membahagi-bahagikan kepada orang yang tersayang dan tidak mahu dianggap berat sebelah atau pilih kasih dan sebagainya. Perlu diingat, RM 42 billion harta yang dibekukan daripada wasiat yang tidak selesai dan sampai kepada waris yang sepatutnya. Sedangkan kos membuat wasiat hanyalah kecil berbanding urusan yang perlu dibuat sekiranya tiada wasiat yang rasmi dibuat sekitar RM 10,000.00 hingga RM 20,000.00 dan mungkin lebih lagi berdasarkan pengalaman. Manakala zakat merupakan salah satu daripada mekanisma dalam sistem kewangan Islam yang merupakan pelengkap dan menjadi penghubung di antara umat Islam yang agak kurang berkemampuan dengan mereka yang diberi rezeki
3. Pelaburan :
    Pelaburan merupakan pelengkap kepada Perlindungan Takaful dan Wasiat. Kenapa demikian ialah kerana kita sudahpun meletakkan jaminan sekurang-kurangnya kepada orang tersayang disekeliling kita. Lantas, pelaburan samada dalam bentuk simpanan pasif atau aktif dengan meletakkan penama yang sesuai akan memberikan pulangan dan juga jaminan kewangan kepada masa depan. InsyaAllah. Apa yang perlu ialah dengan menetapkan sasaran, menyelidiki institusi kewangan yang terlibat termasuk potensi dan sejarah latarbelakang syarikat serta yang masih relevan masa kini. Tidak semestinya sesebuah syarikat itu hebat 20 tahun lalu masih hebat hari ini.Pilihlah dengan bijak dan keputusan yang tepat. Dapatkan nasihat daripada mereka yang pakar kerana kita masih lagi mempunyai pakar-pakar kewangan yang berwibawa dan berpandangan bernas serta boleh menganggarkan kedudukan situasi semasa.

Tuesday, October 26, 2010

IFSA... Satu Natijah

Salam sejahtera, kepada semua teman-teman yang dirahmati Allah s.w.t sekalian.Untuk makluman, insyaAllah sekiranya tiada halangan di masa akan datang, komuniti Penasihat Keselamatan Kewangan Islam (Islamic Financial Security Advisors- IFSA) akan menubuhkan sebuah komuniti (Non-Profit Comunity) yang akan mengumpulkan seramai mungkin sukarelawan dari seluruh Malaysia untuk bersama-sama membantu merealisasikan satu impian iaitu mewujudkan Masyarakat Celik Kewangan Islam dan cuba sedaya upaya menyelamatkan masyarakat dari konflik kewangan yang berunsurkan Gharar dan Riba namun bukan berhasrat untuk menjadi penghalang kepada mana-mana badan atau pertubuhan serta jabatan.

IFSA mengalu-alukan sebarang bentuk kerjasama dan bantuan serta penyertaan sama ada dari golongan profesional, penceramah, pengamal kewangan Islam, pihak perbankan, perunding takaful, perancang kewangan Islam dan sebagainya selagi memenuhi hasrat dan matlamat memupuk kesedaran kepada masyarakat tentang betapa pentingnya kewangan Islam.

IFSA masih lagi mencari maklumat, data dan analisis untuk dijadikan panduan di samping cuba untuk membantu pihak Bank Negara, Suruhanjaya Sekuriti dan pelbagai pihak berwajib dalam hal pengurusan kewangan.

Akhirnya, kami berharap agar mendapat penyertaan dan sokongan daripada saudara-saudari untuk menjayakan hasrat murni ini dengan memberikan sebarang cadangan, pendapat dan buah fikiran di dalam ruangan yang disediakan. Syukran.

IFSA... Satu Impian

Penasihat Keselamatan Kewangan Islam yang juga diperkenalkan sebagai IFSA diilhamkan daripada beberapa siri dan pengalaman sendiri serta sahabat-sahabat yang dilalui sepanjang berkhidmat sebagai Penyelaras di Pusat Ekonomi dan Kewangan Islam, Institut Latihan Islam Malaysia.

Sejak mula memasuki alam pekerjaan yang pelbagai seperti kakitangan sementara, tidak tetap, kontrak dan akhirnya bertaraf tetap tidak putus-putus persoalan tentang permasalahan kewangan yang menghantui kita. Dari sahabat handai, kaum keluarga, adik-beradik, ibu bapa dan diri sendiri semuanya akan terlibat dengan kewangan. Dari hutang membeli gula-gula, aiskrim di masa kecil, mula mengenali teknologi ketika di peringkat remaja dengan handphone dan pelbagai gajet sehinggalah kepada pengurusan bajet dalam memiliki kenderaan dan rumah ketika di alam pekerjaan.

Semakin rancak program, iklan dan kempen kesedaran semakin giat pula di pihak satu lagi yang semakin memudahkan kita memiliki sesuatu yang di luar kemampuan normal. Ansuran Mudah... Mudah bunyinya dan agak menarik. Namun apa yang sukar adalah setelah selesai menandatangani perjanjian. Ia terus berlaku dan tidak menunjukkan tanda kepada satu kesudahan. Akhirnya kita menganggapnya BIASA.

Anak-anak muda yang baru diberi peluang menerokai alam pekerjaan begitu ghairah dengan UPAH PERTAMAnya. Maklumlah sekian lamanya menanti untuk mendapat hasil titik peluh sendiri yang pertama, kereta idaman sendiri, gajet terkini dengan duit sendiri. Alangkah gembiranya hati tanpa kongkongan PENASIHAT KEWANGAN ketika dalam kawalan ibu bapa. Bulan pertama berlalu dan WARKAH SUCI pertama dibuka dengan cermat.... masih bersih dari NODA-NODA dunia penuh penipuan dan kekejaman. Warkah suci sebegini memang diminati oleh mereka yang bergelar sebagai MANUSIA PARASIT.

Hairan dan pelik apabila tiba masanya 2 bulan selepas itu menampakkan coretan yang memang mengguris hati pemilik warkah suci. Gaji berkurangan, imbangan sudah semakin berat ke sebelah kanan, mula berharap kenaikan tahunan dan natijahnya mencari ruang di mana lagi harus ku coretkan warkah suci itu. "Gaji pertamaku, hadiah untuk ibu... Bulan seterusnya, hadiah buat yang tersayang... Pembiaya Kewangan", detik hati kecilnya. Dari pinjaman kereta, pembiayaan peribadi, kad kredit dan sebagainya tanpa kesudahan.

"Kenapa tidak aku dikhabarkan begitu hebatnya dugaan di alam pekerjaan yang penuh gelora ini?", hatinya merintih lagi. Alangkah bagusnya kalau ada yang membimbing dan menasihati anak muda ini dan lebih bagus lagi jika mereka berada di sekeliling kita. Satu impian...